BAHASA INDONESIA 2 #
INDUKTIF
DIBUAT OLEH :
YUSTIA KHOLIFAH SANDRA (19213629)
KELAS : 3EA21
FAKULTAS EKONOMI JURUSAN MANAJEMEN
DOSEN : IBU RAFIQA MAULIDIA, S.IP
UNIVERSITAS GUNADARMA
SEMESTER ATA 2015/2016
INDUKTIF
Induktif adalah proses
berpikir yang bertolak dari satu atau sejumlah fenomena individual untu
menurunkan suatu kesimpulan (inferensi). Fenomena individual : data atau
pernyataan yang bersifat faktual → proposisi.
Induktif
adalah cara mempelajari sesuatu yang bertolak dari hal-hal atau peristiwa
khusus untuk menentukan hukum yang umum (W.J.S.Poerwadarminta,2006).
Penalaran
secara induktif dimulai dengan mengemukakan pernyataan-pernyataan yang
mempunyai ruang lingkup yang khas dan terbatas dalam menyusun argumentasi yang
diakhiri dengan pernyataan yang bersifat umum (Suriasumantri,2005).
Contoh
penalaran induktif adalah "kerbau punya mata", "anjing punya
mata", "kucing punya mata". Setiap hewan punya matapenalaran
induktif membutuhkan banyak sampel untuk mempertinggi tingkat ketelitian premis
yang diangkat. untuk itu penalaran induktif erat dengan pengumpulan data dan
statistik.
Metode berpikir induktif adalah metode
yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari hal-hal khusus ke umum.
Proses penalaran ini mulai bergerak dari penelitian dan evaluasi atas fenomena
yang ada, maka disebut sebagai sebuah corak berpikir yang ilmiah karena perlu
proses penalaran yang ilmiah dalam penalaran induktif.
Proses penalaran induktif :
1.
Generalisasi
2.
Hipotese
dan teori
3.
Analogi
4.
Hubungan
Kausal
5.
Induksi
dalam metode eksposisi
1. Generalisasi
Generalisasi adalah pernyataan yang berlaku umum untuk semua
atau sebagian besar gejala yang diminati generalisasi mencakup ciri - ciri
esensial, bukan rincian. Dalam pengembangan karangan, generalisasi dibuktikan
dengan fakta, contoh, data statistik, dan lain-lain. Dibagi menjadi dua
yaitu :
1)
Generalisasi Sempurna (Tanpa loncatan induktif) : Fakta yang diberikan cukup banyak dan meyakinkan.
Contoh :
a.
Jika
dipanaskan, besi memuai
Jika dipanaskan, baja
memuai
Jika dipanaskan, tembaga
memuai
Jadi, jika dipanaskan
semua logam akan memuai
b.
Sensus
Penduduk
2)
Generalisasi
Tidak Sempurna (Dengan loncatan induktif) : Fakta
yang digunakan belum mencerminkan seluruh fenomena yang ada.
Contoh
:
a.
Setelah
kita menyelidiki sebagian bangsa Indonesia bahwa mereka adalah manusia yang
suka bergotong-royong, kemudian kita simpulkan bahwa bangsa Indonesia adalah
bangsa yang suka bergotong-royong.
b.
Hampir
seluruh pria dewasa di Indonesia senang memakai celana pantaloon. Prosedur
pengujian generalisasi tidak sempurna.
Proses Merumuskan
Generalisasi
Pengujian atau Evaluasi
Generalisasi
1)
Jumlah
peristiwa sebagai dasar generalisasi (ciri kuantitatif)
2)
Peristiwa
adalah contoh yang baik (ciri kualitatif)
3)
Kekecualian
yang tidak sejalan dengan generalisasi diperhitungkan
4)
Keabsahan
perumusan generalisasi
2. Hipotese Dan Teori
1)
Hipotese
Secara bahasa hipotesis berasal dari
dua kata, yaitu Hipotese (hypo
‘di bawah’, tithenasi ‘menempatkan’). Secara istilah, adalah semacam
teori atau kesimpulan yang diterima sementara waktu untuk menerangkan fakta
tertentu sebagai penuntun dalam meneliti fakta lebih lanjut. Proses pembentukan
hipotesis merupakan sebuah proses penalaran, yang melalui tahap-tahap
tertentu. Hipotesis merupakan satu tipe proposisi yang langsung dapat diuji.
Ciri hipotesis yang baik
Perumusan hipotesis yang baik dan benar harus memenuhi
ciri-ciri sebagai berikut:
a.
Hipotesis harus dinyatakan dalam
bentuk kalimat pernyataan deklaratif, bukan kalimat pertanyaan.
b.
Hipotesis berisi penyataan mengenai
hubungan antar paling sedikit dua variabel penelitian.
c.
Hipotesis harus sesuai dengan fakta
dan dapat menerangkan fakta.
d.
Hipotesis harus dapat diuji (testable).
Hipotesis dapat duji secara spesifik menunjukkan bagaimana variabel-variabel
penelitian itu diukur dan bagaimana prediksi hubungan atau pengaruh antar
variabel termaksud.
e.
Hipotesis harus sederhana (spesifik)
dan terbatas, agar tidak terjadi kesalahpahaman pengertian.
2)
Teori
Azas
yang umum dan abstrak yang diterima secara ilmiah dan sekurang-kurangnya dapat
dipercaya untuk menerangkan fenomena yang ada. juga merupakan suatu hipotesis
yang telah terbukti kebenarannya. Manusia membangun teori untuk menjelaskan,
meramalkan, dan menguasai fenomena tertentu misalnya, benda-benda mati,
kejadian-kejadian di alam, atau tingkah laku hewan. Sering kali, teori
dipandang sebagai suatu model atas kenyataan. Misalnya : apabila kucing mengeong
berarti minta makan.
Hubungan
antara hipotesis dengan teori, hipotesis ini merupakan suatu jenis proposisi
yang dirumuskan sebagai jawaban tentatif atas suatu masalah dan kemudian diuji secara
empiris. Sebagai suatu jenis proposisi, umumnya hipotesis menyatakan hubungan
antara dua atau lebih variabel yang di dalamnya pernyataan-pernyataan hubungan
tersebut telah diformulasikan dalam kerangka teoritis. Hipotesis ini,
diturunkan, atau bersumber dari teori dan tinjauan literatur yang berhubungan
dengan masalah yang akan diteliti. Oleh karena itu, teori yang tepat akan
menghasilkan hipotesis yang tepat untuk digunakan sebagai jawaban sementara
atas masalah yang diteliti atau dipelajari dalam penelitian. Dalam penelitian
kuantitatif peneliti menguji suatu teori. Untuk meguji teori tersebut, peneliti
menguji hipotesis yang diturunkan dari teori.
3. Analogi
Analogi
dalam bahasa Indonesia adalah kias (Arab: Qasa=mengukur, membandingkan). Analogi
adalah cara penarikan penalaran dengan membandingkan dua hal yang mempunyai
sifat yang sama.
Analogi
mempunyai beberapa fungsi, yaitu membandingkan beberapa orang yang memiliki
sifat kesamaan, meramalkan kesamaan, menyingkapkan kekeliruan dan klasifikasi.
Macam-macam
analogi
1)
Analogi
Induktif
Proses
penalaran yang bertolak dari dua peristiwa khusus yang mirip satu sama lain,
kemudian menyimpulkan bahwa apa yang berlaku untuk satu hal berlaku juga untuk
hal lain.
Contoh
:
Tim
Uber Indonesia mampu masuk babak final karena berlatih setiap hari. Maka tim
Thomas Indonesia akan masuk babak final jika berlatih setiap hari.
2)
Analogi
Deklaratif
Berbeda dengan
analogi deklaratif atau analogi penjelas, analogi deklaratif ini termasuk dalam
persoalan perbandingan.
Contoh :
Untuk
penyelenggaraan negara yang baik diperlukan sinergitas antara kepala negara
dengan warga negaranya. Sebagaimana manusia, untuk mewujudkan perbuatan yang
benar diperlukan sinergitas antara akal dan hati.
4. Hubungan Kausal
Hubungan
kausal sering diartikan sebagai penalaran yang diperoleh dari gejala-gejala
yang saling berhubungan, hubungan sebab – akibat (hubungan kausal) dapat berupa
sebab yang sampai kepada kesimpulan yang merupakan akibat atau sebaliknya.
Pada
umumnya hubungan sebab akibat dapat berlangsungdalam tiga pola antara lain :
1)
Hubungan
sebab-akibat
Yaitu dimulai
dengan mengemukakan fakta yang menjadi sebab dan sampai kepada kesimpulan yang
menjadi akibat. Pada pola sebab ke akibat sebagai gagasan pokok adalah akibat,
sedangkan sebab merupakan gagasan penjelas.
Contoh :
Hujan turun di
daerah itu mengakibatkan timbulnya banjir.
2)
Hubungan
akibat-sebab
Yaitu hubungan
yang dimulai dengan fakta yang menjadi akibat, kemudian dari fakta itu
dianalisis untuk mencari sebabnya.
Contoh :
Bobi tidak lulus
dalam ujian kali ini disebabkan dia tidak belajar dengan baik.
3)
Hubungan
sebab-akibat1-akibat2
Yaitu dimulai
dari suatu sebab yang dapat menimbulkan serangkaian akibat. Akibat pertama
berubah menjadi sebab yang menimbulkan akibat kedua. Demikianlah seterusnya
hingga timbul rangkaian beberapa akibat.
Contoh :
Ibu mendapatkan
jalanan di depan rumah becek, sehingga ibu beranggapan jemuran di rumah basah.
5. Induksi Dalam Metode Eksposisi
Sebagai
telah dikemukakan diatas, untuk menetapkan apakah data dan informasi yang kita
peroleh itu merupakan fakta, maka harus diadakan penelitian, apakah data & informasi
itu merupakan kenyataan atau yang sungguh-sungguh terjadi. Pada tahap
selanjutnya pengarang atau penulis perlu mengadakan penilaian selanjutnya, guna
memperkuat fakta yang akan digunakan sehingga memperkuat kesimpulan yang akan
diambil.
Dengan
kata lain, perlu diadakannya seleksi untuk menentukan fakta mana yang akan
dijadikan evidensi.
1)
Konsistensi
Dasar pertama
yang dapat dipakai untuk menetapkan fakta mana yang akan digunakan sebagai
evidensi adalah kekonsistenan. Sebuah argumentasi akan kuat dan mempunyai
tenaga persuasif yang tinggi, kalau evidensi-evidensinya bersifat konsisten,
tidak ada satu evidensi bertentangan atau melemahkan evidensi lainnya.
2)
Koheresi
Dasar kedua yang
dapat dipakai untuk mengadakan penelitian fakta yang dapat dipergunakan sebagai
evidensi adalah masalah koherensi. Semua fakta yang akan digunakan sebagai
evidensi harus koheren dengan pengalaman-pengalaman manusia, atau sesuai dengan
sikap yang berlaku. Penulis harus dapat meyakinkan para pembaca untuk dapat
setuju, atau menerima fakta-fakta dan jalan pikiran yang kemukakannya, maka
secara konsekuen pula pembaca harus menerima hal lain, yaitu konklusinya.
Referensi :
http://fathiyahwardah.blogspot.co.id/2015/03/makalah-penalaran-berfikir-deduktif-dan.html
(diakses hari sabtu tanggal 03 Maret 2015 pukul 19.30)
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/09/bahasa-indonesia-2-penalaran-deduktif-dan-induktif
(diakses hari sabtu tanggal 03 Maret 2015 pukul 19.30)
http://novapungki.blogspot.co.id/2014/10/berpikir-induktif.html
(diakses hari sabtu tanggal 03 Maret 2015 pukul 19.30)
http://trimaaja.blogspot.co.id/2013/05/penalaran-induktif.html
(diakses hari sabtu tanggal 03 Maret 2015 pukul 19.30)
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/03/penalaran-deduktif-dan-induktif-7
(diakses hari sabtu tanggal 03 Maret 2015 pukul 19.30)